google cooking firawanti blogspot home business made tourism spiritual android dev natural lite discovery animal planet heavy java talk art lang store about car cardio therapy beauty clinic AutoCar: 1/1/09 - 2/1/09

Senyum is smile____ All about of stepping forward _______________________


Mengenang Benyamin S.
Tukang Kredit
----------------

0++
krediit,
kredit kredit kredit...

kredit barang mpok!, eeh peceh beleh
empok ayuk pili aje
piring gelas, panci teko en termosnye...

0--
bang sini bang!

0++
iye mpok.

0--
ade enggak bang penggorenganye...  

0++
enggak bawa!

0--
bang ni berape hargenye bang..  

0++
yang manee?

0--
piring jeggklonk nyang ade kembang ijonye.

0++
selusin tujuh rattus!
panjernye dua ratus!
seari gocap!
ditagih nyap-nyap!

0--
harganye kelewatan!! - e-eh mending beli kontan,
ngutang melulu nurutin settan!

0++
empok kenape sewot, mao ngutang ape ngajak bekklai..

0--
emang gue jagoan bang mao beklai!

0++
mpook untung saya dikit,
mpok utang tarik urat suse ditagi..

0--
maklum deh bang laki aye belom gajian

0++
ngutang pinter bayar suse!
ditagi entar-entar teruss,
nembak melulu!

vBXf3ayVFGZOEt1CCf3aVt9tSjQ
"Majulah flam kiser!, hatiku terbakar
dan jiwaku membara arah semangat!
"

__ "terimalah ini hidaken...." jump idaten jump. chuwwcuw cuwzz...
__ political kids___ "how r u digimon?"
hati2lah melayani public digi !, lakukanlah dgn sempurna.
makhluk2 itu semakin pintar saja curhat.
__ now to show your skills in action digi...
......................
go go ahead! digiHitbit digiParticle transformations live
digiCorp digiMoto digiBank digiLoan digiMiter digiSat digiCop...
our congratulations to you - digiBouquet.
good kindness your crossing lights inside track to people.
__________ !! ___ !
get up boy! wake up __ why mom?
listen to me honey - you was delirious from nightmare
__ No mom! I've got precious dreamt.
......................
__ who is digiFlare, mom?
__ where is digiData? how about filtering people, mom?
enough!, quite honey! please.
ok. we have digiAngels. they appear in the ones you love.
they can be the ones you dzikir and pray to in heaven...
***
when digiTechno and no one's gonna help us,
but only angels who can protect us would be inside
even under a flaming sky... an angel's soul.
digiSoul become chilly and flows out your journey. digiBoy...
the soul journey starts with knowing yourself.
Allahu allahu allah... we can call digiAngels.
give thanks to Allah.
Google  

Peace Happen
How Green?

 firawanti's florenzo 
 More Gifts Ad here     
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  

Suggestions N' Prayer




"SUGESTI MINIMALIS, AKHERAT"

" Ya Allah perbaikilah aku, selalu kuingin
mensugestikan diriku sendiri menuju Engkau
ridhoi hidupku dan semua sugestiku ini
menjadi kenyataan"


1. Sugesti absolut satu dibagi nol.
tetapkan orientasi hidup, sugestikan perilaku dan sandiwara dunia ini dalam kebaikan

2. Sugesti iman kepada Allah.
hidup yang kedua adalah hidup, keabadian akherat lebih baik daripada kesenangan sebentar di dunia (+/- 70 tahun)

3. Sugesti bayangan syurga.
imaginasikan selalu syurga kesenangan abadi dan sakit siksa neraka itu penderitaaan abadi, maka gemetarkan hati diri sendiri dengan berdzikir

4. Sugesti orang berilmu :

  • mengenal Tuhan
  • tahu siapa pemimpin, berita baik (Rasul Allah)
  • membaca wahyu Allah
  • bermanfaat...


5. Sugesti tujuan materialistik :

  • maintenance keimanan diri sendiri dan keluarga
  • rasa aman dan halal menafkahi tanggungan-tanggungan
  • mampu bersedekah dan berzakat
  • mampu ke rumah Tuhan
  • menuju kelebihan harta, membagikan keberkahan dan pekerjaan-pekerjaan
  • melindungi tanaman, menanam pohon dan berkurban hewan
  • ikut merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan kolektif
  • tidak ingin masih hidup ketika kiamat terjadi (kehancuran materi)


6. Sugesti pribadi dan harga diri sendiri :

  • mengenali diri sendiri
  • berdoa memohon bimbingan Allah memilih jalan/takdir hidup sendiri
  • ikhtiar mengubah kemiskinan dan nasib diri sendiri
  • tetap mengucap rasa syukur kepada Allah
  • yakini kelebihan harta dan untung adalah rejeki titipan Allah
  • sejatikan diri dalam berketurunan dan rasa malu menzalimi suami, anak dan orang lain
  • mengajak setiap orang baik dimana saja, masuk agama Allah (Islam) untuk keselamatannya terang-terangan atau sembunyi-sembunyi


7. Sugesti sungkem.
cinta kasih dan bakti kepada Mama dan Papa
serta memelihara doa ikhlas darinya

8. Sugesti jauhi dendam.
sikapi kemarahan orang lain dengan sportif, rasa
kasihan, maaf dan doa

9. Sugesti menyapa.
silaturahim dan tersenyum kepada semua kenalan

10. Sugesti risalah nabi Muhammad.
shalat 5 Waktu dan dhuha, malam2 sunyi, puasa ramadhan, senin dan kamis

11. Sugesti yakin.
hanya dengan pertolongan Allah dan janji-janji-Nya,
diri sendiri menjadi kuat.


"Pesan :
Mari turunkan Keberkahan Micro, Riyil Sector
dari langit..."


1. Tidak ganjal takaran untuk kurangi berat produk.
2. Meraih untung dengan elegan. Malu campur2 harga mahal dgn
    harga murah sejenis.
3. Tidak membunuh hewan dengan air.
4. Hentikan perdagangan perempuan (trafficking),
    stop! penyakit jijik dan kawin kontrak.
5. Tidak meracuni makanan active (still consume).
6. Menjual/membuat yang baik-baik saja.
7. Productive menghasilkan good something.
8. Kurir/Supir2 sholeh upgrading budi baik/keringat
    usahanya pada jalur distribusi.
9. Buka lebih mudah: bank, penjamin kredit dan petani.
    tanami tanah terlantar.
10. Negara (BUN) lebarkan pintu/jalannya.

Salam kebaikanmu Pedagang Tradisional.

ramadhan zone games zone

Transformers, Who is Optimus ?


Get good human resource for the day after 2012. Find out the truth.


Bekerjasama. Kuatkan tali itu!, alam sudah mengingatkan, hatimu yang berpegangan, Lepaskan polemiknya. kamu siapa? ...


[optimus-prime.jpg]
Transformation life and death from silver age into gold age. How about agricultural credit banks.
Bottleneck Symbol "Dunia Maya" apakah akan datang?

Lanjutkan kehidupan...

Online Rubiks Cube


Now you can play it, use your mouse to solve this cube by your self. good shuffle good flashback. no wrong way and go home happiness...
Online Rubik game. Solving the Rubik's Cube. A simple and foolproof solution to the Rubik's Cube. Use your mouse to solve this virtual Rubik's Cube. This is a flash representation of the 3x3x3 Rubik's Cube.
Oo oida onde mande. happy .


Star Trek


From: Leonard Nimoy reflects on Trek in our exclusive video. Your messages.
Talk less do more. Raih bintang di langit. bermimpilah...



Saturday, January 10, 2009

Ciri manusia Indonesia

Ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis

Wartawan senior Susanto Pudjomartono menulis kolom di majalahTempo edisi pekan lalu. Ia mengulas singkat soal pidato kebudayaanMochtar Lubis pada 6 April 1977 diTaman Ismail Marzuki, Jakarta, yang bikin heboh itu, yang kemudian dibukukan dengan judulManusia Indonesia.

mochtar-lubis Ciri manusia Indonesia menurut Mochtar LubisBlog Berita sengaja hanya mengutip setengah dari artikel Susanto, yaitu khusus poin-poin yang disebut Mochtar Lubis sebagai ciri manusia Indonesia, seperti berikut ini:

Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive.

Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”

Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan.

Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen.

”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”

Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang indah.

Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa.

Kita, menurut Mochtar Lubis, juga bisa kejam, mengamuk, membunuh, berkhianat, membakar, dan dengki. Sifat buruk lain adalah kita cenderung bermalas-malas akibat alam kita yang murah hati.

Selain menelanjangi yang buruk, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa mengemukakan sifat yang baik. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta penyabar.

Bibliografi

  • Tidak Ada Esok(novel, 1951)
  • Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain(kumpulan cerpen, 1950)
  • Teknik Mengarang(1951)
  • Teknik Menulis Skenario Film(1952)
  • Harta Karun(cerita anak, 1964)
  • Tanah Gersang(novel, 1966)
  • Senja di Jakarta(novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judulTwilight in Jakarta, 1963)
  • Judar Bersaudara(cerita anak, 1971)
  • Penyamun dalam Rimba(cerita anak, 1972)
  • Manusia Indonesia(1977)
  • Berkelana dalam Rimba(cerita anak, 1980)
  • Kuli Kontrak(kumpulan cerpen, 1982)
  • Bromocorah(kumpulan cerpen, 1983)

Karya jurnalistiknya:

  • Perlawatan ke Amerika Serikat(1951)
  • Perkenalan di Asia Tenggara(1951)
  • Catatan Korea(1951)
  • Indonesia di Mata Dunia(1955)

Mochtar Lubis juga menjadi editor:

  • Pelangi: 70 Tahun Sutan Takdir Alisyahbana(1979)
  • Bunga Rampai Korupsi(bersama James C. Scott, 1984)
  • Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno (1986)

Terjemahannya:

  • Tiga Cerita dari Negeri Dollar(kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton Sinclair, dan John Russel, 1950)
  • Orang Kaya(novel F. Scott Fitgerald, 1950)
  • Yakin(karya Irwin Shaw, 1950)
  • Kisah-kisah dari Eropa(kumpulan cerpen, 1952)
  • Cerita dari Tiongkok(terjemahan bersama Beb Vuyk dan S. Mundingsari, 1953)

Studi mengenai Mochtar Lubis:

  • M.S. Hutagalung,Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis(1963)
  • Henri Chambert-Loir,Mochtar Lubis, une vision de l'IndonĂ©sie Contemporaine (diseertasi, Paris, 1974)
  • David T. Hill,Mochtar Lubis: Author, Editor, and Political Actor(disertasi, Canberra, 1989)

Revolusi Hidup

“Orang Miskin” Tak Pusing dengan Krisis Ekonomi!

Rabu, 15 Oktober, 2008 oleh Merry Magdalena
Anak Jalanan

Anak Jalanan

Siapa paling menderita jika krisis ekonomi mendera? Kalau versi Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, krisis ekonomi global dapat sangat merugikan penduduk miskin di negara-negara berkembang. Bank Dunia menaksir harga pangan dan energi yang tinggi telah mendorong 100 juta orang lagi ke lembah kemiskinan tahun ini saja.

Agaknya Zoellick tak pernah turun ke lapangan seperti saya, sesama rakyat jelata Indonesia, negara yang katanya berkembang tapi kerap disandingkan dengan sejumlah negara miskin Afrika dalam sejumlah literatur yang saya baca. Sebab nyatanya, orang miskin itu tak kena dampak apapun atas krisis ekonomi global. Siapa rakyat miskin yang saya maksud? Mereka adalah gelandangan, pengemis, pengamen, anak jalanan, yang tak punya tempat tinggal, tak sekolah, dan entah bagaimana masa depannya.

Adakah artinya nilai rupiah anjlok atau bahkan terjadi devaluasi sekalipun bagi mereka? Apakah jika dolar turun maka mereka akan bisa kuliah dan berbelanja di butik mahal? Apakah jika rupiah anjlok, mereka akan mati bunuh diri? Tidak. Bagi kalangan orang seperti mereka, krisis atau tidak krisis sama sekali tak ada artinya.

Siapa Si Miskin?

Justru yang kena dampak paling heboh dalam situasi krisis adalah kalangan menengah. Kalangan yang dibilang kaya tapi masih naik turun bis kota dan tersiksa macet, terancam copet dan penodong. Tapi tak bisa disebut miskin, sebab mereka bisa mengecap pendidikan tinggi, memiliki laptop dan ponsel, sesekali menikmati Starbucks. Ini yang saya sebut sebagai kalangan “nanggung”.

“Kalau orang kaya, saat krisis begini gampang saja, tinggal alokasikan kekayaannya ke properti atau emas atau dolar, agar bisa selamat. Nah kita, tabungan cuma beberapa juta doang, boro-boro mau beli properti atau emas, diambil sekarang juga langsung habis,” keluh seorang teman yang masuk golongan nanggung itu.

Mungkin kita perlu lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan “orang miskin”. Pada pidato kenegaraan 18 Agustus lalu, Presiden SBY dengan bangga mengatakan bahwa populasi rakyat miskin sudah bisa ditekan. Saya kok seperti mendengar lawakan Srimulat, sebab faktanya anak-anak jalanan yang berkeliaran mengamen di jam sekolah kian membludak. Copet, preman, pengangguran, berita kriminal, kian marak menghiasi hidup keseharian.

Saya tertawa geli membaca tulisan di bawah ini.

Bank Dunia dan Bappenas mencatat, penduduk miskin turun separuh sejak 1997, sampai 2003. Pada 2003, Bappenas mencatat, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 17,4% dari total orang miskin sebanyak 37,3 juta orang. Survei Bappenas ini memakai standar internasional, yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, dan patokan harga-harga yang dipakai adalah saat krisis pada 1998.(Tempo).

Kenali “Musuhmu”

Jadi, siapa saja yang berpendapatan lebih dari 1 dolar AS sehari adalah orang kaya? Hei, 1 dolar AS itu kini hanya sekitar Rp. 9000-10.000. Ok, kita bulatkan saja jadi Rp.10.000. Jika dikalikan 30 hari artinya Rp.300.000. Berarti Bappenas mengategorikan mereka yang berpenghasilan Rp.301.000 per bulan adalah orang kaya? Apakah orang Bappenas tahu bahwa untuk mengontrak rumah sederhana saja paling tidak butuh Rp.250.000. Sisanya Rp.50.000 harus cukup untuk makan sebulan dan itu artinya dia sudah kaya? Apakah orang Bappenas mau digaji Rp.310.000 dan dianggap sudah kaya??? Serendah itukah kualitas hidup manusia Indonesia?

Bagaimana pemerintah bisa memperbaiki kondisi rakyat kita, jika mendefinisikan orang miskin saja tidak sanggup? Lalu bagaimana dengan gelandangan dan pengemis di kolong jembatan yang bahkan bisa jadi penghasilannya lebih dari Rp.300.000 sebulan tapi tetap tidak masuk kategori miskin versi pemerintah?

Kabarnya kemiskinan adalah musuh bersama yang layak diperangi. Tapi untuk mengenali musuh itu sendiri saja pemerintah tidak mampu. Ironis!

referensi:
www.voanews.com/indonesian/2008-10-13-voa7.cfm
www.tempointeraktif.com
Foto:arydwantara.files.wordpress.com

Unpad, Kapilaritas Sosial & Hama Borju

Senin, 19 Januari 2009 | 11:41 WIB

MENYEDIAKAN layanan pendidikan tinggi bagaimanapun ada ongkosnya. Akhir-akhir ini ongkos itu makin melangit. Koran ini, edisi (15/1), mewartakan ongkos masuk ke Universitas Padjadjaran (Unpad), jalur apa pun, kini jauh lebih mahal. Misalnya, kalau mau masuk Fakultas Kedokteran Unpad, orang harus merogoh Rp 175 juta. Itu baru uang masuk.

Adanya ongkos dan kenaikan ongkos pendidikan tidak serta-merta bermasalah. Yang jadi persoalan, siapa yang memikul ongkos dan kenaikan ongkos ini? Negarakah, perguruan tinggi yang bersangkutan, atau masyarakat (orang tua mahasiswa)? Pelan tapi pasti jelas negara menggeser "beban" pembiayaan itu kepada perguruan tinggi dan masyarakat.

Apakah masyarakat makin terbebani dan peluang masyarakat miskin mengenyam pendidikan tinggi makin tersudutkan? Tidak juga. Itu tergantung dari visi, misi, strategi, serta kepintaran dan keterampilan masing-masing perguruan tinggi negeri merespons dan menaklukkan beleid mundurnya negara dari posisinya sebagai pemikul utama biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Menurut Joko Susilo, Rektor ITB, bagi ITB perubahan status menjadi BHMN tidak makin membebani masyarakat dan juga tidak menjadikan peluang masyarakat miskin makin tertutup untuk tolab elmu di sana. Sepanjang otaknya encer, meskipun tergolong ekonominya ripuh, ITB masih tetap terbuka bagi mereka. Peluang bagi orang kaya untuk tolab di ITB makin terbuka? Tidak juga. Kalaupun secara ekonomi mampu, kalau otaknya jongkok, no way. Dikabarkan dengan status BHMN ini kemampuan ITB menampung mahasiswa OEED (Otak Encer Ekonomi Dhuafa) justru makin besar.

Positioning seperti ini, saya kira, bukan hanya karena ITB terampil mencari duit—berkat kaitannya yang kuat dengan industri—tapi lahir dari visi dan pandangan strategis tentang pentingnya investasi pada sumber daya manusia (human capital investment). Di sini biaya pendidikan dilihat bukan sebagai ongkos per se (baca: melulu), melainkan sebagai investasi.

Bagaimana dengan Unpad? Kang Ganjar Kurnia, sekarang Rektor Unpad, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan saya pada istilah daya kapilaritas sosial, sekitar dua dekade lalu. Istilah ini dipinjam dari biologi: fenomena naiknya air dari bawah (tanah) ke batang hingga ke daun tanaman melalui pembuluh-pembuluh kapiler. Air terdorong ke atas karena adanya daya kapiler. Secara sosiologis kapilaritas sosial merujuk pada fenomena naiknya status sosial seseorang, dari status sosial rendahan ke status sosial yang lebih tinggi.

Secara cerdas dan jenaka, Kang Ganjar menunjuk beberapa orang di Fakultas Pertanian Unpad yang mengalami gejala ini. Tadinya ripuh, sekarang, alhamdulillah, senang. Dengan bangga, dan ia menyokong sepenuhnya, Fakultas Pertanian Unpad mempunyai daya kapilaritas sosial yang tinggi. Meskipun secara keseluruhan Unpad mempunyai daya kapilaritas sosial yang tinggi, tetap ada perbedaan antarfakultas.
Dari dulu juga Fakultas Kedokteran sebagian besar mahasiswanya datang dari keluarga yang tajir. Sebaliknya dengan Fakultas Pertanian, yang sebagaian besar mahasiswanya datang dari keluarga menengah ke bawah.

Saya termasuk mahasiswa yang datang dari keluarga kelas ekonomi bawah (bapak saya pensiunan PNS golongan IID), yang karena murahnya biaya pendidikan, masih sempat menikmati kesempatan belajar di Unpad. Sependek ingatan saya, masih banyak orang yang status ekonominya lebih rendah masih sanggup menikmati kesempatan pendidikan tinggi meskipun dengan amat ripuh.

Saya khawatir Unpad, dengan tingginya biaya pendidikan, makin membebani masyarakat dan makin menutup peluang kesempatan kelompok masyarakat miskin untuk menikmati layanan pendidikan tinggi. Boleh jadi Unpad akan membunuh daya kapilaritas sosialnya sediri. Sebab, pertama, Unpad tidak atau belum terampil mencari duit dari luar komponen "SPP" mahasiswa. Link and match Unpad ke dunia industri tidak terlalu kuat. Jasa-jasa riset, konsultasi, dan pengembangan yang bisa ditawarkan Unpad ke dunia industri masih terbatas. Akibatnya, Unpad mungkin mengandalkan komponen APBN dan "SPP" mahasiswa.

Kedua, pandangan Unpad tentang kemiskinan dan kecerdasan calon mahasiswa belum jelas. Ini berisiko: melalui jalur khusus, Unpad bisa terperosok, merekrut mahasiswa kuuleun tapi kaya. Mahasiswa cerdas tapi dhuafa tidak akan terjaring karena sistem rekrutmen (jalur umum) tidak peka terhadap orang seperti ini. Calon mahasiswa OEED baru diketahui setelah lulus tes masuk.

Ketiga, mungkin Unpad sudah terkena hama borju(is): mementingkan uang, kesenangan, kepuasaan, dan capaian-capaian material lainnya.

Ada tiga ciri sebuah lembaga pendidikan tinggi terkena hama borju:
1. Lebih mementingkan student body (jumlah sivitas akademika) ketimbang body of knowledge. Dulu Unpad jor-joran membuka jurusan dan program baru bisa jadi dilandasi semangat ini juga. Dalam banyak kesempatan Unpad sering bertepuk dada sebagai perguruan tinggi yang student body-nya paling gede. Jelang penerimaan mahasiwa baru tahun ini, Unpad juga bangga, paling banyak terima calon mahasiswa.

2. Absennya pandangan tentang keberadaan mahasiswa dhuafa. Kalaupun ada mahasiswa miskin terjaring, dipandang sebagai insiden saja. Dengan demikian, alokasi anggaran dari universitas untuk meringankan biaya pendidikan mahasiswa miskin (melalui subsidi silang misalnya) dianggap sebagai insiden dan sukarela saja sifatnya.

3. Gaya hidup sivitas akademikanya. Seorang dosen Unpad berkelakar: "Ded, apa bedanya dosen-dosen kita dengan dosen-dosen India?" Ia jawab sendiri pertanyaan itu: "Dosen-dosen di India berlomba-lomba membuat laboratorium paling baik, paling lengkap, paling mutakhir. Di sini dosennya berlomba pahade-hade mobil jeung imah." Di India, penelitian-penelitian di lingkungan kampus digerakkan oleh rasa ingin tahu dan ingin membangun sebuah badan pengetahuan (body of knowledge). Di sini penelitian di lingkungan kampus banyak digerakkan oleh kepentingan mengumpulkan kredit poin (untuk naik pangkat dan golongan)! (*)

DEDI HAYADI, Alumnus Unpad & ITB Ketua Bandung Institute for Governance Studies


Thursday, January 1, 2009

Trafficking -- Komisi Perlindungan Anak

Melawan Trafficking
Oleh : Hadi Supeno
SELAIN ancaman badai pornografi, tindak kekerasan, gizi buruk, Ordha (orang dengan HIV/AIDS) dan penyalahgunaan narkoba, anak-anak Indonesia kini memperoleh ancaman bahaya trafficking (trafiking) atau perdagangan orang. Bahaya ini ada di depan mata, tetapi kita sering tidak menyadarinya, karena kelihaian para pelaku yang terorganisir rapih, sehingga kita malahan menganggap sebagai sebuah berkah, karena bisa menjadi penyelamat ekonomi keluarga.

Apakah trafiking itu? Menurut UU Nomer 23 tahun 2004 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, trafficking atau perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Ada empat hal sifat dasar trafiking, yaitu :

  • Bersifat manipulatif atau penyalahgunaan , yaitu penyimpangan dari rencana semula atau hal yang diinformasikan kepada korban. Pada saat membujuk dikatakan akan diberikan pekerjaan layak tetapi pada kenyataannya dijadikan budak, dieksploitasi, dipekerjakan pada pekerjaan buruk, dijadikan obyek transplantasi, dan sebagainya.
  • Ada transaksi, dalam trafiking terjadi transaksi uang antara calo, penjual dan pembeli/pemakai.
  • Tidak mengerti, yakni korban pada umumnya tidak mengerti bahwa ia akan menjadi korban dari tindak pidana, karena ketika akan bermigrasi dalam niatnya akan mencari pekerjaan atau tujuan lainnya yang tidak ada hubungan dengan sindikat tindak pidana.
  • Ada migrasi, yaitu perpindahan korban yang melampaui batas negara atau batas propinsi. Karena faktor jarak dan melampaui batas-batas administrasi, maka trafiking biasanya dilakukan oleh sebuah sindikat.


Mengapa harus dilawan?

Trafiking, khususnya perdagangan anak dan perempuan harus dilawan karena merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia. Kenyataan menunjukkan, bahwa trafiking telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisir dan tidak terorganisir, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Keinginan untuk menyelamatkan anak dari ancaman trafiking didasari pada nilai-nilai luhur, komitmen nasional dan internasional, untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama.

Undang-Undang Dasar 1945 antara lain mengamanatkan dalam bagian Pembukaan bahwa negara dan pemerintah didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan kesejahteraan umum. Trafiking memuat aspek-aspek yang bertentangan dengan perlindungan dan juga berlawanan dengan kesejahteraan umum.

Lebih-lebih praktek trafiking selalu disertai dengan berbagai tindak ancaman dan kekerasan sehingga menimbulkan ketersiksaan bagi si korban yang tanpa masa depan. Korban trafiking pada umumnya adalah pihak yang dalam kondisi tidak berdaya baik secara pisik (anak-anak), psikis, maupun ekonomi.

Konvensi ILO No 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Anak Terburuk menyebutkan bahwa trafiking sebagai bentuk pekerjaan anak mutlak harus dilarang. Perdagangan anak bukan sebuah bentuk pekerjaan, namun suatu proses pengerahan dan atau pengangkutan dan penerimaan seorang anak atau orang dewasa untuk keperluan eksploitasi, di mana selama dalam proses itu hak-hak asasi manusia dilanggar.

Faktor utama dalam semua bentuk pekerjaan yang mutlak dilarang (perbudakan atau yang mirip dengan perbudakan, penjualan dan perdagangan anak, ijon, penghambaan, dan kerja paksa dan wajib kerja) adalah bahwa orang tidak bebas meninggalkan pekerjaannya atau merundingkan kondisi-kondisi lainnya. Perdebatan tentang definisi perdagangan atau trafiking diselesaikan pada tahun 2000 dengan hukum internasional yang menjelaskan bahwa anak (manusia yang berusia kurang dari 18 tahun) harus dianggap sebagai diperdagangkan, bahkan bila mereka telah diijinkan untuk bermigrasi untuk memperoleh pekerjaan. Dengan demikian trafiking tidak hanya merujuk pada anak-anak yang diculik dan dijual.

Mengapa terjadi trafficking

Trafiking terjadi karena beberapa sebab. Pertama, karena motif adopsi. Modernisasi di negara-negara Barat telah melahirkan tingkat kemakmuran tinggi yang membawa perubahan jalan pikiran tentang perkawinan dan keluarga. Di negara-negara Skandinavia, kaum wanita memilih tidak kawin, atau kalau pun kawin tidak ingin memiliki anak. Pemerintah bahkan sampai harus mengiming-iming hadiah besar bagi wanita yang mau melahirkan anak. Tetapi mereka adalah warga yang telah sukses dalam membangun ekonomi. Mereka mengabaikan segala iming-iming tersebut, bahkan rela mengeluarkan dana besar untuk mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya. Pada sisi lain negara-negara berkembang masih dipenuhi warga miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan. Berita hilangnya 300 anak pasca bencana Tsunami Aceh yang dilarikan oleh WorldHelp, sampai hari ini tidak jelas penyelesainnya, dan banyak pihak menduga anak-anak ini dilarikan ke Amerika. Selama tahun 2007 misalnya, Gugus Tugas Antitrafiking Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan ada 500 anak Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia.

Untuk motif ini pedagang tidak hanya mengambil anak-anak yang sudah beranjak Balita, anak usia sekolah atau remaja saja, bahkan masih orok dan janin pun bisa diterima. Di perbatasan Indonesia-Malaysia misalnya, pada tahun 2003 harga orok bermata sipit dan berkulit putih dihargai RM 18.000-25.000. sedangkan untuk orok bermata bundar dan kulit gelap dihargai RM 10.000-15.000.

Untuk yang masih dalam kandungan para calo-calo bandit akan mencari mangsa kaum perempuan yang hamil tanpa nikah atau korban perkosaan. Mereka dirayu dengan iming-iming akan diberi pekerjaan atau dikawini asal bersedia pergi ke luar negeri. Di luar negeri mereka ternyata dimasukkan dalam kamp penampungan khusus wanita hamil, setelah lahir sang ibu akan diusir dengan bayi harus ditinggal. Tentu sang Ibu tidak ikut menikmati uang karena sudah diambil si calo yang membawanya ke kamp tersebut.

Kedua, motif pemerkerjaan. Dengan memperkerjaan anak-anak tidak perlu membayar tinggi, bahkan tidak dibayar sama sekali kecuali tempat tidur dan makanan yang tidak layak. Dengan mempekerjaan anak keuntungan bisa diperoleh berlipat-lipat. Inilah yang disebut perbudakan. Motif pemerkerjaan juga terjadi pada dunia hiburan, dengan mempekerjalan anak perempuan bisa mendatangkan keuntungan yang sangat besar.

Ketiga, motif eksploitasi seksual. Motif ini paling banyak menimbulkan korban yakni dengan menjadikan anak-anak sebagai pelacur maupun bentuk eksploitasi lainnya. Korban pelavuran. Organisasi buruh internasional (ILO) memperkirakan 30 persen dari 240 ribu pekerja seks komersial di Indonesia tahun 2004 adalah anak di bawah 18 tahun. Ini belum termasuk angka perempuan muda Indonesia yang menjadi pelacur di luar negeri. Mereka lebih susah dihitung karena umurnya selalu dipalsukan. Tetapi Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan memperkirakan tidak kurang dari 30.000 perempuan muda Indonesia menjalani seks komersial di luar negeri. Data yang sesungguhnya di lapangan boleh jadi lebih dari itu.

Sebutan bagi mereka bermacam-macam seperti ayam kampung (Pontianak), barang (Medan dan Batam), ciblek (Semarang), telembuk (Indramayu), dan sebagainya.

Di Malaysia saja jumlah pekerja seks komersial cilik yang berasal dari Indonesia, yang berhasil dicatat Kepolisian Diraja Malaysia tahun 2001 berjumlah 2.451 orang, tahun 2002 sebanyak 2.151 orang, tahun 2003 sebanyak 2.112 orang, dan tahun 2004 sebanyak 2.158 orang.

Data di KPAI menunjukkan saat ini ada 3 juta TKW di luar negeri, 10 persen di antaranya bermasalah seperti soal pembayaran gaji yang tidak beres, menjadi korban kekerasan, paspor hilang, dan sebagainya. Dari jumlah yang bermasalah, antara 1 sampai 2 % atau antara 30.000 hingga 60.000 merupakan TKW korban trafiking yang mayoritas masih masuk kategori anak-anak.

Jepang dengan tradisi geisha menjadi lahan tujuan trafiking juga. Di masa lalu geisha adaah perempuan seniman yang memiliki keahlian merias diri, bermain musik, menari, dan seni kuliner. Tetapi belakangan arti geisha mengalami distorsi menjadi semacam hostes atau wanita penghibur. Di sebuah lokasi bernama kawasan air hangat, geisha malahan sam dengan pelacur. Ketika stok untuk geisha dalam arti pelacur tidak bisa dipenuhi oleh kaum wanita Jepang, maka dicarilah wanita-wanita dari luar negeri, dengan pilihan utama anak-anak karena semakin muda semakin tinggi nilai ekonominya.

Keempat, motif lainnya. Yang paling menonjol adalah untuk transplantasi organ tubuh seperti ginjal, liver, mata, dan sebagainya. Dalam kondisi terpaksa atau terancam, korban akan menyerahkan organ tubuhnya. Sasaran penjualan transplantasi adalah kota Bombay, India. Tetapi yang mengagetkan adalah temuan GTA MNPP) bahwa di Shanghai korban trafficking diambil ginjalnya bukan untuk transplantasi tetapi dibuat soup ginjal. Ada mitos di Shanghai, dengan menyantap soup ginjal maka akan menambah keperkasaan laki-laki. Semakin muda ginjal, semakin optimal keperkasaannya, maka semakin mahal pula harganya.

Proses Trafiking

Siapa sebenarnya pihak yang rentan terhadap trafiking? Anak-anak, gadis, dan perempuan yang berasal dari kelompok keluarga miskin yang tinggal di daerah pedesaan atau kumuh perkotaan, anak putus sekolah; mereka yang berasal dari anggota keluarga yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit dan atau orang meningga dunia; anak korban kekerasan dalam rumah tangga; para buruh imigran; Anak jalanan; Bayi; Janda cerai akibat pernikahan dini; dan mereka yang menerima tekanan dari keluarga.

Untuk memperoleh sasaran, para calo melakukan berbagai modus operandi, seperti melalui penipuan; bujuk rayu; jebakan dan penyalahgunaan wewenang; jeratan hukum; jeratan jasa; kedok duta budaya di luar negeri-entertainment; adopsi ilegal; penculikan; dan penggantian identitas. Sedangkan cara kerja para trafiker yakni dengan melibatkan agen atau calo. Agen atau calo mendekati korban di pedesaan, pusat keramaian, kafe, restaurant, dan sebagainya.

Akan tetapi menurut Sekretaris Pelaksana GTA KNPP Dr Tubagus Rahmat Santika, pada tahun 2006 ada temuan yang sangat menarik. Para trafiker Indonesia bekerjasama dengan trafiker Malaysia. Trafiker Malaysia membujuk para tenaga kerja wanita (TKW) yang bermasalah yang mendekam di kamp Semenyih, Selangor, Malaysia. Trafiker mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP), dan selanjutnya memulangkan TKW ke Medan. Di Medan para trafiker lokal menjemputnya kemudian membuatkan paspor dan menguruskan visa. Setelah dokumen lengkap, para TKW dikirim kembali ke Malaysia, dan kali ini untuk pekerjaan pelacur.

Pola kerja trafiker pada umumnya, setelah berhasil membujuk sasaran utamanya gadis-gadis belia, maka trafiker segera mengirim korban ke daerah tujuan dengan menggunakan moda transportasi darat, udara, dan laut. Untuk tujuan luar negeri, korban melengkapi diri dengan paspor dan visa turis/umroh. Seluruh biaya perjalanan, akomodasi, dan pengurusan dokumen menjadi tanggungan agen. Tetapi ternyata hal itu hanya semu, karena sesungguhnya seluruh biaya akan diperhitungkan dengan ‘’kerja’' yang akan dilakukan. Seorang ABG korban trafiking pernah mengungkapkan bahwa ia baru akan menerima bayaran bila telah 220 kali melayani laki-laki. Itulah biaya yang harus ditebus untuk keperluan transportasi, akomodasi, makan, pengurusan dokumen, baju, dan kosmetik.

Untuk mencapai daerah tujuan, trafiker telah menyusun agenda perjalanan secara teratur. Di tempat tujuan, agen menempatkan korban di rumah penampungan untuk beberapa waktu, sebelum korban mendapatkan pekerjaan yang dijanjikan. Selama di penampungan inilah, agen mempekerjakan korban di bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil, dan rumah hiburan lain. Pada beberapa kasus, korban mulai terlibat pada kegiatan pelacuran. Selama proses tersebut, agen melakukan intimidasi, mengancam korban untuk tidak kabur; jika ingin keluar dari cengkeraman agen, korban harus mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan agen.

Lalu siapakah sebenarnya pihak yang menjadi trafiker? Para trafiker di Indonesia yang terindentifikasi adalah orang tua korban, paman/uwak korban, germo, majikan, dan pengelola tempat hiburan. Mereka terorganisasi dalam organisasi kejahatan internasional, sedangkan menurut Ruth Rosenberg, (2003), pelaku trafiker manusia adalah melibatkan lembaga dan perseorangan.

Untuk menjerat korban, menurut International Public Migrant Commission, para trafiker menerapkan cara-cara yang antara lain; memberikan pinjaman secara halus sehingga korban terjebak dalam jeratan hutang; menahan paspor agar korban tidak bisa melarikan diri; memberi tahu korban bahwa status mereka illegal dan akan dipenjara sebelum dideportasi; mengancam akan menyakiti korban atau keluarganya; mengisolasi korban sehingga tidak bisa berhubungan dengan pihak luar; membuat korban bergantung pada pelaku trafiking, dan sebagainya.

Akar Masalah

Akar masalah trafiking menurut kajian KPAI antara lain disebabkan oleh kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu alasan orang tua yang memaksa anak untuk bekerja. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para agen dan calo untuk merekrut anak-anak dari keluarga miskin. Keberadaan agen tumbuh subur di desa-desa miskin untuk mempengaruhi orang tua agar mengijinkan anaknya untuk bekerja di kota sebagai pekerja rumah tangga, pelayan restoran, buruh pabrik, atau menikahkan anaknya dengan orang asing dengan sejumlah iming-iming yang menggiurkan.

Sebagian trafiking terjadi karena adanya diskriminasi gender; praktek budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia; pernikahan dini, kawin siri; konflik dan bencana alam; putus sekolah; pengaruh globalisasi; sistem hukum dan penegakkan hukum yang lemah; keluarga yang tidak harmonis, rendahnya nilai-nilai moral agama, dan sebagainya.

Tetapi lebih dari itu karena ada faktor eksternal yang secara terorganisir dan sistemik memaksa korban menuruti kehendaknya. Mereka ini adalah para pengusaha hiburan, cukong, lelaki hidung belang, penganut seks bebas, manusia berkelainan jiwa, perubahan perilaku manusia modern, dan sebaginya.

Peta Trafiking

Menurut hasil pemantauan KPAI hampir sebagian besar daerah di Indonesia terindikasi sebagai daerah tujuan—transit—penerima trafiking orang. Daerah-daerah asal adalah Nanggroe Aceh Darrussalam; Sumatera Utara; Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Pematang Siantar, Asahan, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Binjai; Sumatera Barat; Padang; Jambi, Riau; Kepulauan Riau; Sumatera Selatan; Palembang, Martapura, Peracak; Bengkulu; Lampung; Bandarjaya; DKI Jakarta; Jawa Barat; Sukabumi, Tangerang, Bekasi, Indramayu, Bandung, Kerawang, Bogor, Cianjur, Cirebon, Kuningan; Jawa Tengah; Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Semarang, Boyolali, Solo, Wonogiri, Pekalongan, Tegal, Brebes, Purwodadi, Grobogan, Jepara, Rembang; Jawa Timur; Nganjuk, Madiun, Kediri, Surabaya, Blitar, Jember, Gresik; Bali; Denpasar, Trunyan, Karangasem, Kintamani, Bangli; Kalimantan Barat; Pontianak, Singkawang; Kalimantan Selatan; Banjarbaru; Kalimantan Timur; Samarinda, Sulawesi Utara: manado, Gorontalo;N Sulawesi Tengah; Sulawesi Selatan; Sulawesi Tenggara; Nusa Tenggara Barat; Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan yang menjadi daerah transit adalah belawan, Medan, Padang Sidempuan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Tanjung Balai, Labuhan Batu, Tanjung Balai Karimun, Dumai, Tanjung Pangkor, Tanjung Pinang, Lampung Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bandung, Losari-Cirebon, Cilacap, Solo, Surabaya, Denpasar, Entikong, Pontianak, Badau Kapuas Hulu, Sintang, Balikpapan, Nunukan, Tarakan, Bitung, Pare-pare, Makasar, Watampone, Mataram, Ternate, dan Serui.

Sedangkan daerah penerima adalah Deli Serdang, Medan, Belawan, Serdang Bedagai, Simalungun, Jambi, Tanjung Balai Karimun, Dumai, Pekanbaru, Batam, Tanjung Pinang, Lampung Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bandung, sepanjang pantai utara, Sukabumi, Sawangan Depok, Baturaden, Solo, Bandungan Ungaran, Surabaya, Batu Malang, Denpasar, Gianyar, Legian, Nusa Dua, Sanur, Tuban, Kuta, Ubud, Candi Dasa, Pontianak, Balikpapan, Samarinda, Pantai Senggigi, Sumbawa, Kupang, Biak, Timika, Sorong, Mappi, Jayapura, dan Merauke.

Untuk trafiking ke luar negeri yang menjadi daerah asal adalah; Sumatera Utara, Lampung, Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Daerah transit adalah; Medan, Batam, Jakarta, Solo, Surabaya, Pontianak, Entikong, dan Nunukan. Sedangkan negara-negara penerima meliputi; Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand, Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea Selatan, Australia, Perancis, dan Amerika Serikat.

Upaya Pemerintah

Melihat seriusnya persolan trafiking pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya pada tahun 2002 dikeluarkan Keputusan Presiden No. 87 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak dan Perempuan serta dibentuknya Satuan Tugas Nasional untuk menanggulangi kejahatan transnasional trafiking.

Ada 3 strategi yang digunakan yaitu; Korban trafiking harus dilindungi, pelaku harus dihukum berat, dan kita semua mengembangkan jejaring kelembagaan dengan aliansi global untuk menghapus trafiking.

Pada tahun 2002 sebuah momentum sejarah juga lahir, ketika Indonesia memiliki UU Nomer 23 tentang Perlindungan Anak, yang secara jelas menetapkan dalam pasal 83 bahwa setiap orang yang memperdagangkan , menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 dan paling sedikit Rp 60.000.000,00. Pasal 84 dan pasal 85 juga mengancam hukuman berat bagi pelaku transplantasi dan jual beli organ tubuh anak-anak.

Pemagaran trafiking mencapai puncaknya, ketika pertengahan tahun 2007 ini, pemerintah mengintrodusir UU No.21 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Artinya, dari aspek penyediaan UU, upaya penghapusan trafiking ini telah dilakukan secara berlapis-lapis, termasuk ketentuan dalam KUHP.

Persoalannya adalah, apakah ketersediaan UU tersebut telah diikuti dengan penegakkan Undang-Undang? Pengalaman selama ini, untuk kasus-kasus trafiking dan sejenisnya, aparat penegak hukum lebih memilih KUHP yang hukumannya sangat ringan, tidak menggunakan UU yang bersifat lex specialis. Contohnya kasus penjualan keperawanan ABG (anak baru gedhe) di Menteng Atas, Jakarta, tahun 2005, pelaku hanya dituntut hukuman 6 tahun berdasarkan pasal 297 KUHP.

Peran Masyarakat

Praktek trafiking begitu marak karena kelihaian para pelaku tindak pidana; cukong, agen, bandit, pengguna. Oleh sebab itu tidak mungkin untuk menanggulangi hanya diserahkan kepada pemerintah, betapapun telah tersedia sejumlah peraturan perundang-undangan.

Peran masyarakat sangat dibutuhkan, baik secara kelembagaan maupun perseorangan.Orang tua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, harus bahu membahu menyadarkan para pihak yang berpotensi terjadinya tindak pidana trafiking. Kita harus mengingatkan agar mereka tidak mudah bujuk rayu dan iming-iming kehidupan mudah mewah tanpa pekerjaan yang jelas karena seungguhnya hal tersebut akan menjerumuskan anak-anak dan perempuan khususnya.

Pada sisi lain, jajaran aparat hukum agar mengambil tindakan yang tegas dan hukum yang berat kepada para trafiker. Tanpa hukuman yang berat tidak akan ada efek jera kepada para pelaku. Apalagi bila hukum bisa dibeli.

Dan lebih dari itu, adalah tugas para Kepala daerah untuk mensejahterakan warganya, untuk bisa memperoleh pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang mencukupi sehingga warganya tidak mudah tergiur tawaran kerja di luar daerah/luar negeri yang ternyata derita panjang dalam hidupnya.

Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh para pemimpin saat ini !
Temanggung, 9 Desember 2007

Disampaikan dalam sebuah Seminar yang diselenggarakan oleh Depkominfo bekerjasama dengan Bagian Humas Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, tanggal 9 Desember 2007.



Sign Up - Earn Network Marketing
Sign Up - Earn Merchant Reseler
Sign Up - Earn International Home Business
Sign Up - Earn Click Bucks
TurnFlow Digital Music Hobbies
International Offers Search
Selling at Amazon.com today!





10% Off your order of $100



Celebrate Mom this Mother's Day at CafePress



Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.






Earning power of mama fira own marketing
dedicated on behalf of :

     "fatherless children, orphan or parents who
      had utterly destitute to make proper life
      and education to their child"

 


Comfortable Reading - Wonderful Kindle


ramadhan zone
games zone