Ciri manusia Indonesia menurut Mochtar LubisWartawan senior Susanto Pudjomartono menulis kolom di majalahTempo edisi pekan lalu. Ia mengulas singkat soal pidato kebudayaanMochtar Lubis pada 6 April 1977 diTaman Ismail Marzuki, Jakarta, yang bikin heboh itu, yang kemudian dibukukan dengan judulManusia Indonesia.
Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive. Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.” Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan. Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen. ”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.” Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang indah. Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa. Kita, menurut Mochtar Lubis, juga bisa kejam, mengamuk, membunuh, berkhianat, membakar, dan dengki. Sifat buruk lain adalah kita cenderung bermalas-malas akibat alam kita yang murah hati. Selain menelanjangi yang buruk, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa mengemukakan sifat yang baik. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer serta mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta penyabar.
Bibliografi
Karya jurnalistiknya:
Mochtar Lubis juga menjadi editor:
Terjemahannya:
Studi mengenai Mochtar Lubis:
|
“Orang Miskin” Tak Pusing dengan Krisis Ekonomi!Rabu, 15 Oktober, 2008 oleh Merry Magdalena »
Siapa paling menderita jika krisis ekonomi mendera? Kalau versi Presiden Bank Dunia, Robert Zoellick, krisis ekonomi global dapat sangat merugikan penduduk miskin di negara-negara berkembang. Bank Dunia menaksir harga pangan dan energi yang tinggi telah mendorong 100 juta orang lagi ke lembah kemiskinan tahun ini saja. Agaknya Zoellick tak pernah turun ke lapangan seperti saya, sesama rakyat jelata Indonesia, negara yang katanya berkembang tapi kerap disandingkan dengan sejumlah negara miskin Afrika dalam sejumlah literatur yang saya baca. Sebab nyatanya, orang miskin itu tak kena dampak apapun atas krisis ekonomi global. Siapa rakyat miskin yang saya maksud? Mereka adalah gelandangan, pengemis, pengamen, anak jalanan, yang tak punya tempat tinggal, tak sekolah, dan entah bagaimana masa depannya. Adakah artinya nilai rupiah anjlok atau bahkan terjadi devaluasi sekalipun bagi mereka? Apakah jika dolar turun maka mereka akan bisa kuliah dan berbelanja di butik mahal? Apakah jika rupiah anjlok, mereka akan mati bunuh diri? Tidak. Bagi kalangan orang seperti mereka, krisis atau tidak krisis sama sekali tak ada artinya. Siapa Si Miskin? Justru yang kena dampak paling heboh dalam situasi krisis adalah kalangan menengah. Kalangan yang dibilang kaya tapi masih naik turun bis kota dan tersiksa macet, terancam copet dan penodong. Tapi tak bisa disebut miskin, sebab mereka bisa mengecap pendidikan tinggi, memiliki laptop dan ponsel, sesekali menikmati Starbucks. Ini yang saya sebut sebagai kalangan “nanggung”. “Kalau orang kaya, saat krisis begini gampang saja, tinggal alokasikan kekayaannya ke properti atau emas atau dolar, agar bisa selamat. Nah kita, tabungan cuma beberapa juta doang, boro-boro mau beli properti atau emas, diambil sekarang juga langsung habis,” keluh seorang teman yang masuk golongan nanggung itu. Mungkin kita perlu lebih menjelaskan apa yang dimaksud dengan “orang miskin”. Pada pidato kenegaraan 18 Agustus lalu, Presiden SBY dengan bangga mengatakan bahwa populasi rakyat miskin sudah bisa ditekan. Saya kok seperti mendengar lawakan Srimulat, sebab faktanya anak-anak jalanan yang berkeliaran mengamen di jam sekolah kian membludak. Copet, preman, pengangguran, berita kriminal, kian marak menghiasi hidup keseharian. Saya tertawa geli membaca tulisan di bawah ini. Bank Dunia dan Bappenas mencatat, penduduk miskin turun separuh sejak 1997, sampai 2003. Pada 2003, Bappenas mencatat, jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 17,4% dari total orang miskin sebanyak 37,3 juta orang. Survei Bappenas ini memakai standar internasional, yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, dan patokan harga-harga yang dipakai adalah saat krisis pada 1998.(Tempo). Kenali “Musuhmu” Jadi, siapa saja yang berpendapatan lebih dari 1 dolar AS sehari adalah orang kaya? Hei, 1 dolar AS itu kini hanya sekitar Rp. 9000-10.000. Ok, kita bulatkan saja jadi Rp.10.000. Jika dikalikan 30 hari artinya Rp.300.000. Berarti Bappenas mengategorikan mereka yang berpenghasilan Rp.301.000 per bulan adalah orang kaya? Apakah orang Bappenas tahu bahwa untuk mengontrak rumah sederhana saja paling tidak butuh Rp.250.000. Sisanya Rp.50.000 harus cukup untuk makan sebulan dan itu artinya dia sudah kaya? Apakah orang Bappenas mau digaji Rp.310.000 dan dianggap sudah kaya??? Serendah itukah kualitas hidup manusia Indonesia? Bagaimana pemerintah bisa memperbaiki kondisi rakyat kita, jika mendefinisikan orang miskin saja tidak sanggup? Lalu bagaimana dengan gelandangan dan pengemis di kolong jembatan yang bahkan bisa jadi penghasilannya lebih dari Rp.300.000 sebulan tapi tetap tidak masuk kategori miskin versi pemerintah? Kabarnya kemiskinan adalah musuh bersama yang layak diperangi. Tapi untuk mengenali musuh itu sendiri saja pemerintah tidak mampu. Ironis! referensi:
|
Unpad, Kapilaritas Sosial & Hama Borju Senin, 19 Januari 2009 | 11:41 WIB MENYEDIAKAN layanan pendidikan tinggi bagaimanapun ada ongkosnya. Akhir-akhir ini ongkos itu makin melangit. Koran ini, edisi (15/1), mewartakan ongkos masuk ke Universitas Padjadjaran (Unpad), jalur apa pun, kini jauh lebih mahal. Misalnya, kalau mau masuk Fakultas Kedokteran Unpad, orang harus merogoh Rp 175 juta. Itu baru uang masuk. Adanya ongkos dan kenaikan ongkos pendidikan tidak serta-merta bermasalah. Yang jadi persoalan, siapa yang memikul ongkos dan kenaikan ongkos ini? Negarakah, perguruan tinggi yang bersangkutan, atau masyarakat (orang tua mahasiswa)? Pelan tapi pasti jelas negara menggeser "beban" pembiayaan itu kepada perguruan tinggi dan masyarakat. Apakah masyarakat makin terbebani dan peluang masyarakat miskin mengenyam pendidikan tinggi makin tersudutkan? Tidak juga. Itu tergantung dari visi, misi, strategi, serta kepintaran dan keterampilan masing-masing perguruan tinggi negeri merespons dan menaklukkan beleid mundurnya negara dari posisinya sebagai pemikul utama biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Menurut Joko Susilo, Rektor ITB, bagi ITB perubahan status menjadi BHMN tidak makin membebani masyarakat dan juga tidak menjadikan peluang masyarakat miskin makin tertutup untuk tolab elmu di sana. Sepanjang otaknya encer, meskipun tergolong ekonominya ripuh, ITB masih tetap terbuka bagi mereka. Peluang bagi orang kaya untuk tolab di ITB makin terbuka? Tidak juga. Kalaupun secara ekonomi mampu, kalau otaknya jongkok, no way. Dikabarkan dengan status BHMN ini kemampuan ITB menampung mahasiswa OEED (Otak Encer Ekonomi Dhuafa) justru makin besar. Positioning seperti ini, saya kira, bukan hanya karena ITB terampil mencari duit—berkat kaitannya yang kuat dengan industri—tapi lahir dari visi dan pandangan strategis tentang pentingnya investasi pada sumber daya manusia (human capital investment). Di sini biaya pendidikan dilihat bukan sebagai ongkos per se (baca: melulu), melainkan sebagai investasi. Bagaimana dengan Unpad? Kang Ganjar Kurnia, sekarang Rektor Unpad, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan saya pada istilah daya kapilaritas sosial, sekitar dua dekade lalu. Istilah ini dipinjam dari biologi: fenomena naiknya air dari bawah (tanah) ke batang hingga ke daun tanaman melalui pembuluh-pembuluh kapiler. Air terdorong ke atas karena adanya daya kapiler. Secara sosiologis kapilaritas sosial merujuk pada fenomena naiknya status sosial seseorang, dari status sosial rendahan ke status sosial yang lebih tinggi. Secara cerdas dan jenaka, Kang Ganjar menunjuk beberapa orang di Fakultas Pertanian Unpad yang mengalami gejala ini. Tadinya ripuh, sekarang, alhamdulillah, senang. Dengan bangga, dan ia menyokong sepenuhnya, Fakultas Pertanian Unpad mempunyai daya kapilaritas sosial yang tinggi. Meskipun secara keseluruhan Unpad mempunyai daya kapilaritas sosial yang tinggi, tetap ada perbedaan antarfakultas. Saya termasuk mahasiswa yang datang dari keluarga kelas ekonomi bawah (bapak saya pensiunan PNS golongan IID), yang karena murahnya biaya pendidikan, masih sempat menikmati kesempatan belajar di Unpad. Sependek ingatan saya, masih banyak orang yang status ekonominya lebih rendah masih sanggup menikmati kesempatan pendidikan tinggi meskipun dengan amat ripuh. Saya khawatir Unpad, dengan tingginya biaya pendidikan, makin membebani masyarakat dan makin menutup peluang kesempatan kelompok masyarakat miskin untuk menikmati layanan pendidikan tinggi. Boleh jadi Unpad akan membunuh daya kapilaritas sosialnya sediri. Sebab, pertama, Unpad tidak atau belum terampil mencari duit dari luar komponen "SPP" mahasiswa. Link and match Unpad ke dunia industri tidak terlalu kuat. Jasa-jasa riset, konsultasi, dan pengembangan yang bisa ditawarkan Unpad ke dunia industri masih terbatas. Akibatnya, Unpad mungkin mengandalkan komponen APBN dan "SPP" mahasiswa. Kedua, pandangan Unpad tentang kemiskinan dan kecerdasan calon mahasiswa belum jelas. Ini berisiko: melalui jalur khusus, Unpad bisa terperosok, merekrut mahasiswa kuuleun tapi kaya. Mahasiswa cerdas tapi dhuafa tidak akan terjaring karena sistem rekrutmen (jalur umum) tidak peka terhadap orang seperti ini. Calon mahasiswa OEED baru diketahui setelah lulus tes masuk. Ketiga, mungkin Unpad sudah terkena hama borju(is): mementingkan uang, kesenangan, kepuasaan, dan capaian-capaian material lainnya. Ada tiga ciri sebuah lembaga pendidikan tinggi terkena hama borju: 2. Absennya pandangan tentang keberadaan mahasiswa dhuafa. Kalaupun ada mahasiswa miskin terjaring, dipandang sebagai insiden saja. Dengan demikian, alokasi anggaran dari universitas untuk meringankan biaya pendidikan mahasiswa miskin (melalui subsidi silang misalnya) dianggap sebagai insiden dan sukarela saja sifatnya. 3. Gaya hidup sivitas akademikanya. Seorang dosen Unpad berkelakar: "Ded, apa bedanya dosen-dosen kita dengan dosen-dosen India?" Ia jawab sendiri pertanyaan itu: "Dosen-dosen di India berlomba-lomba membuat laboratorium paling baik, paling lengkap, paling mutakhir. Di sini dosennya berlomba pahade-hade mobil jeung imah." Di India, penelitian-penelitian di lingkungan kampus digerakkan oleh rasa ingin tahu dan ingin membangun sebuah badan pengetahuan (body of knowledge). Di sini penelitian di lingkungan kampus banyak digerakkan oleh kepentingan mengumpulkan kredit poin (untuk naik pangkat dan golongan)! (*) DEDI HAYADI, Alumnus Unpad & ITB Ketua Bandung Institute for Governance Studies |
Senyum is smile____ All about of stepping forward _______________________
![]() |
Mengenang Benyamin S. 0++ kredit barang mpok!, eeh peceh beleh 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ |
vBXf3ayVFGZOEt1CCf3aVt9tSjQ |
"Majulah flam kiser!, hatiku terbakar dan jiwaku membara arah semangat!" __ "terimalah ini hidaken...." jump idaten jump. chuwwcuw cuwzz... __ political kids___ "how r u digimon?" hati2lah melayani public digi !, lakukanlah dgn sempurna. makhluk2 itu semakin pintar saja curhat. __ now to show your skills in action digi... ...................... go go ahead! digiHitbit digiParticle transformations live digiCorp digiMoto digiBank digiLoan digiMiter digiSat digiCop... our congratulations to you - digiBouquet. good kindness your crossing lights inside track to people. __________ !! ___ ! get up boy! wake up __ why mom? listen to me honey - you was delirious from nightmare __ No mom! I've got precious dreamt. ...................... __ who is digiFlare, mom? __ where is digiData? how about filtering people, mom? enough!, quite honey! please. ok. we have digiAngels. they appear in the ones you love. they can be the ones you dzikir and pray to in heaven... *** when digiTechno and no one's gonna help us, but only angels who can protect us would be inside even under a flaming sky... an angel's soul. digiSoul become chilly and flows out your journey. digiBoy... the soul journey starts with knowing yourself. Allahu allahu allah... we can call digiAngels. give thanks to Allah. |
![]() |
||
|
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
|
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
Suggestions N' Prayer
"SUGESTI
MINIMALIS, AKHERAT"
|
"Pesan : Mari turunkan Keberkahan Micro, Riyil Sector dari langit..." |
1. Tidak ganjal takaran untuk kurangi berat produk. 2. Meraih untung dengan elegan. Malu campur2 harga mahal dgn harga murah sejenis. 3. Tidak membunuh hewan dengan air. 4. Hentikan perdagangan perempuan (trafficking), stop! penyakit jijik dan kawin kontrak. 5. Tidak meracuni makanan active (still consume). 6. Menjual/membuat yang baik-baik saja. 7. Productive menghasilkan good something. 8. Kurir/Supir2 sholeh upgrading budi baik/keringat usahanya pada jalur distribusi. 9. Buka lebih mudah: bank, penjamin kredit dan petani. tanami tanah terlantar. 10. Negara (BUN) lebarkan pintu/jalannya. Salam kebaikanmu Pedagang Tradisional. |
![]() ![]() ![]() |
Transformers, Who is Optimus ?
![]() |
Transformation life and death from silver age into gold age. How about agricultural credit banks. Bottleneck Symbol "Dunia Maya" apakah akan datang? Lanjutkan kehidupan... |
Online Rubiks CubeNow you can play it, use your mouse to solve this cube by your self. good shuffle good flashback. no wrong way and go home happiness... |
Online Rubik game. Solving the Rubik's Cube. A simple and foolproof solution to the Rubik's Cube. Use your mouse to solve this virtual Rubik's Cube. This is a flash representation of the 3x3x3 Rubik's Cube.
Oo oida onde mande. happy . |
Star TrekFrom: Leonard Nimoy reflects on Trek in our exclusive video. Your messages. Talk less do more. Raih bintang di langit. bermimpilah... |
Saturday, January 10, 2009
Ciri manusia Indonesia

Sign Up - Earn Network Marketing
Sign Up - Earn Merchant Reseler
Sign Up - Earn International Home Business
Sign Up - Earn Click Bucks
TurnFlow Digital Music Hobbies
International Offers Search
Selling at Amazon.com today!



Earning power of mama fira own marketing
dedicated on behalf of :
"fatherless children, orphan or parents who
had utterly destitute to make proper life
and education to their child"
No comments:
Post a Comment