Real Life Transformers-Style Prototype in 5 Years!Thu, Mar 13, 2008 Rejoice, children of the 80s.
Weep no longer over the death of Optimus Prime, real life Transformers are on their way. Ok, so there won’t technically be a perfect copy of the Autobots coming to your neighbourhood anytime soon, but within five years we may have swarms of shape shifting, cooperative robots joined together as a single entity. The super awesome robots are being created by the Symbrion project, a joint effort between researchers from 10 universities that is funded by the EU. They say that the “multi-robot organism” will hopefully have a prototype by 2013. This prototype will allegedly be able to bring together many tiny robots, which will change shape, share energy, heal each other, and cooperate as a single entity. The individual robots would be about the size of a sugar cube, but combine into a larger organism. Now the scientists are attempting to create an “immune system”, which would detect flaws and make recommendations on how to fix them to a sort of central control. It would also allow the robots to adapt to new situations and act accordingly. The transformer swarms have some interesting projected uses. Dr John Timmis of the University of York said: “This is an increasingly important area of research. We may be able to use the collaborative power of many robots in situations where human intervention isn’t possible. For instance, a Symbrion swarm could be released into a collapsed building following an earthquake, and form themselves into teams to lift rubble or search for survivors. This kind of thing is clearly a long way from being realised, but work in this project will allow us to start building the robots of the future.” Scientists involved in the project also laid out some more disturbing scenarios for the use of the robots, saying they didn’t think they would be used for evil but couldn’t control the countries that used them. Prof Alan Winfield of the University of the West of England, said: “It might sound like something scary from science fiction but it’s not, it’s just a complex engineering system. It will have to go through safety and validation assessments before it would be used in real-life situations. As scientists we behave ethically but we can’t determine how these things might be used. That is a question for wider society to determine.” I, for one, am optimistic. I prefer to think that the worst hit to the Transformers’ legacy will always be allowing Michael Bay to direct the live action version, not a real life shape shifting robot eating the faces of America’s enemies. Info from University of York and Telegraph
| |||||||||||||
Pendidikan Budi Pekerti Berbasis Kearifan LokalOleh : Kelik Nursetiyo Widiyanto Pendapat Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, agar pendidikan budi pekerti tidak direduksi ke dalam pelajaran tertentu, misalnya agama, sangatlah tepat (Kompas, 22/12). Agama memang mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Tetapi, tidak hanya pelajaran agama yang bisa mengajarkan kebaikan. Nilai-nilai kebaikan bisa juga didapat pada kearifan lokal. Pendidikan budi pekerti bisa berbasis kearifan lokal.
Sementara ini pelajaran muatan lokal baru berkisar padapelajaran bahasa daerah. Di Jawa Barat, misalnya, pelajaran muatan lokal masih hanya berupa pelajaran bahasa Sunda. Padahal, nilai-nilai kearifan tradisi Sunda bisa ditanamkan pada diri siswa. Misalnya paribasa Sunda, ulah unggut kalinduan ulah gedag kaanginan, yang menanamkan untuk teguh pendirian dalam senantiasa berusaha.
Selama ini, pendidikan budi pekerti yang berbasis kearifan lokal ditanamkan kepada anak oleh orangtuanya. Itupun, bila orangtuanya memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap budayanya. Sebaliknya, orangtua yang tidak peduli dengan kebudayaan asli daerahnya, entah dengan pendidikan apa menyemai budi pekerti kepada anaknya. Hal tersebut banyak terjadi di perkotaan. Psikologi keluarga di perkotaan lebih mundial, sehingga tradisi lokal akan terkikis oleh kemajemukan budaya kota. Kota sebagai muara dari banyak budaya akan melahirkan budaya baru perkotaan. Sehingga, pendidikan budi pekerti akan lebih sulit ditanamkan kepada anak-anak di sekolah. Pendidikan budi pekerti yang tepat bagi masyarakat perkotaan adalah di keluarga. Orangtua, tentunya memiliki tradisi kearifan lokal yang dibawa dari daerahnya. Alangkah, lebih arifnya jika orangtua menanamkannya kepada anak-anaknya di rumah. Sebab, jika sudah keluar dari rumah, sang anak akan bergerus lagi oleh budaya global. Pendidikan budi pekerti berbasis kearifan lokal di keluarga menjadi benteng dari hantaman pengaruh negatif budaya asing. Tidak sedikit orangtua yang menanamkan budi pekerti berbasis kearifan lokal di perkotaan. Rata-rata mereka adalah keluarga yang memang kuat akan tradisi lokalnya. Sebelum merantau ke kota, mereka dibekali dengan petuah orangtua dalam mengarungi kehidupan di perantauan. Budi pekerti berbasis kearifan lokal tidak terbatas dengan lokalitas. Sebab, kearifan lokalnya berlaku untuk sepanjang masa dan seluas dunia.
Inilah bukti agungnya kearifan lokal. Ia bernilai tidak untuk satu generasi saja. Justru malah untuk ditanamkan kepada setiap keturunannya. Penanamannya bisa berupa dengan tradisi lisan melalui dongeng sebelum tidur, nyanyian-nyanyian atau peribahasa. Bisa juga dengan diamalkan langsung kepada sang anak. Misalnya, berlaku jujur, berani bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya, menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi saudaranya yang lebih muda. Di sekolahSalah satu kelemahan pendidikan budi pekerti kita sekarang, menurut Mochtar Buchori (Kompas, 28/12) adalah tidak berorientasi kepada moralitas kolektif. Pendikan budi pekerti berbasis kearifan lokal di keluarga menjurus pada pendidikan individual. Sementara, anak tidak bisa hidup sendiri. Artinya, anak-anak lain pada lain keluarga perlu berinteraksi. Interaksi ini akan menjadi baik jika anak-anak tidak saja hapal betapa pentingnya menghormati orang lain tetapi juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Oleh karenanya, pendidikan budi pekerti di sekolah akan lebih baik jika berorientasi kolektivitas dan praktis. Di sekolah, anak berinteraksi dengan beragam perilaku. Perilaku itu bisa baik atau tidak baik. Di sinilah tempatnya bagi anak untuk berani memilih dan memilah dengan siapa ia berteman dan bagaimana ia berperilaku. Di sini pula ia diuji apakah dengan pergaulannya di sekolah, pendidikan budi pekerti di rumah bisa dipertahankan atau tidak.
Peran guru di sekolah dalam mengajarkan pendidikan budi pekerti tidak lagi bagi masing-masing individu. Tetapi, guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam membimbing anak berlaku dan berbudi pekerti. Pendidikan budi pekerti tidak selesai ketika anak hapal kata-kata bijak, atau mampu menjawab soal-soal di ujian akhir. Tetapi, ia lebih berorientasi kepada perilaku dalam berinteraksi dengan sesama temannya, kepada guru, dan kaum papa. Pendidikan budi pekerti di sekolah lebih mudah ditanamkan di tingkat dasar. Tetapi, ia pun membutuhkan pendidikan yang berkelanjutan di tingkat menengah dan atas. Dapat dibayangkan, selama 12 tahun anak sekolah dengan penanaman budi pekerti yang baik, hemat penulis, akan lahir generasi berbudi pekerti luhur dan tidak berpikiran pragmatis.
Hal utama bagi pendidikan budi pekerti berbasis kearifan lokal di sekolah adalah keberadaan guru. Pendidikan budi pekerti di sekolah menjadikan guru sebagai tauladan muridnya. Guru bukan sekedar mengajarkan mata-mata pelajaran, tetapi juga tindak tanduknya menjadi contoh bagi siswanya. Jika orangtua di rumah menjadi figur budi pekerti luhur maka guru di sekolah menjadi tauladan nyata.
Pendidikan budi bekerti berlandas kearifan lokal secara tidak langsung memperpanjang nafas tradisi kebudayaan lokal. Sipa lagi yang akan mempertahankan budaya kita jika bukan kita sebagai pemilik dan pelestari budaya bangsa. Budaya itu, salah satunya, adalah budaya berbudi pekerti luhur sebagai ciri masyarakat berbudaya luhur.
| |||||||||||||
Budi PekertiOleh: Ricardus Siswanto Suatu saat saya sedang berdiri didepan pintu pagar rumah melihat-lihat tanaman yang sedang berbunga indah. Tiba-tiba ada seorang anak yang berhenti didepan saya dengan sepeda motornya. Tanpa turun dari motornya yang mesinnya masih hidup, anak itu bertanya : Pak, tahu nggak rumah pak “X” di jalan “X”. Lalu saya jawab pada anak itu : Dik, kalau bertanya harap turun dari sepeda motor dan tolong matikan mesinnya. Ternyata anak tersebut bukannnya turun, tapi justru pergi begitu saja dengan motornya. Sepintas dalam hati saya bertanya “Betapa nggak sopannya anak tersebut dalam berperilaku . Apakah di sekolah tidak diajarkan budi pekerti lagi? Seingat saya pada saat SD, kita mendapat pelajaran yang namanya Budi Pekerti. Sehubungan dengan cerita pendek diatas maka kita sebagai orangtua yang mempunyai anak dan merupakan pendidik utama dan pertama dalam keluarga wajib membentuk anak dalam berbudi pekerti yang luhur. Hal ini penting karena berbudi pekerti luhur merupakan tuntutan dan tantangan yang sangat mendesak dan up to date pada jaman modern saat ini. Kalau kita baca dikoran/majalah atau menonton di televisi , kita disuguhkan berita maraknya kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan. Untuk itu kita semuanya perlu penyegaran kembali apa itu budi pekerti itu? “Sesungguhnya pengertian budi pekerti yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh perilaku. Sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut: 1. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan. (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 4-5) Sikap dan perilaku tersebut antara lain: Uraian sikap dan perilaku ini menurut hemat saya merupakan Nilai-Nilai yang sangat perlu kita kembangkan dan wujudkan terus dalam kehidupan ini. Maka baiklah karena kita adalah orang-orang beriman, pengertian atau pemahaman perihal budi pekerti di atas harus kita hayati dan sebarluaskan. Sekali lagi penghayatan pertama-tama dan terutama hendaknya sungguh-sungguh diwujudkan di dalam keluarga, selanjutnya perlu dibiasakan atau dididikkan di mana kita berada.
| |||||||||||||
Sastra sebagai Sarana Menggugah Budi Pekertioleh : NasrulAzwarDiterbitkan di: Oktober 11, 2007Di kota besar perkelahian pelajar (tawuran) yang nyaris terjadi setiap hari, kerentanan pelajar untuk terlibat narkoba, naluri kekerasan yang semakin lama semakin menggila, kejujuran dan sopan santun yang semakin menipis, dan sebagainya benar-benar memprihatinkan. Karena siswa bukan benda mati dan disket yang mudah meng-copy, nilai-nilai luhur itu akan mereka coba kaitkan dengan kehidupan nyata yang mereka lihat di sekelilingnya. Bagaimanapun, nilai-nilai luhur akan dicari kaitannya dengan sosok dan lembaga yang diandaikan sebagai pengejawantahan keluhuran itu: lembaga pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat, lembaga pengadilan, lembaga keagamaan, organisasi masyarakat yang besar dan berpengaruh, serta pribadi para pemimpin, selain sosok guru yang menjadi sumber nilai acuan sehari-hari mereka. Burung-Burung Manyar membawa kita pada kompleksitas kehidupan dan permasalahan yang melingkupi Setadewa alias Teto sehingga dia menyurukkan diri pada pilihan menjadi serdadu KNIL dan berperang di pihak Belanda. Anehnya, kita justru ikut berada di pihak Teto -sesuatu yang nyaris mustahil dalam kehidupan nyata- dan bersama itu kita belajar memahami alasannya, situasi khasnya, keterpukulan batinnya yang melihat mamienya diinternir Jepang, dan turut berdebar-debar menghikmati cintanya yang bersegi-segi kepada Atiek, perempuan cantik aktivis pergerakan kemerdekaan. Ruang yang tersedia dalam karya sastra itu membuka peluang bagi pembaca untuk tumbuh menjadi pribadi yang kritis pada satu sisi dan pribadi yang bijaksana karena pengalaman membaca sastra telah membawanya bertemu dengan berbagai macam tema dan latar manusia serta membawanya pula bertemu dengan beragam manusia dengan beragam karakter, ideologi, kecemasan, kegirangan, dan harapannya. Parodi dan ironi merupakan bagian yang inheren dalam karya sastra sehingga kategori moral yang dirumuskan dalam pelajaran Budi Pekerti akan langsung diuji dalam situasinya, dialami melalui empati, dan dihidupi melalui apresiasi. Dihadirkannya sosok "kotor" pelacur Maria Zaitun dalam sajak Rendra, "Nyanyian Angsa", menggarisbawahi secara tajam kehadiran masyarakat "suci", seperti dokter dan bahkan pendeta yang dengan selop kulit buaya serta bau anggur di mulutnya mengutuk dan mengusir Maria Zaitun karena sosok hina dina itu hanya pantas di neraka. Ia tidak mungkin ditumbuhkan dengan angka statistik kenakalan remaja dan akibatnya atau dengan ajaran formal tentang budi yang luhur dan agung sebagaimana tempo hari pernah diajarkan dalam penataran P-4 hingga berbutir- butir. Demikian banyak butirnya, tetapi sedikit hasilnya karena di Jakarta butir-butir itu tumbuh menjadi butir-butir kegarangan yang meledak dalam tawuran pelajar di jalanan dan di MPR meledak sebagai tinju antarpartai dan golongan. | |||||||||||||
Akhlak dan Budi Pekerti Shalallaahu alaihi wasalamMediaMuslim.Info – Perilaku seseorang merupakan barometer akal dan kunci untuk mengenal hati nuraninya. ‘Aisyah Ummul Mukminin putri Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma seorang hamba terbaik yang mengenal akhlak Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang dapat menceritakan secara detail keadaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah orang yang paling dekat dengan beliau baik saat tidur maupun terjaga, pada saat sakit maupun sehat, pada saat marah maupun ridha. Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan: “Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan. (HR: Ahmad) Demikianlah akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selaku nabi umat ini yang penuh kasih sayang dan selalu memberi petunjuk, yang penuh anugrah serta selalu memberi nasihat. Semoga shalawat dan salam tercurah atas beliau. Al-Husein cucu beliau menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: “Beliaushallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja yang mengharapkanya pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas. Beliau meninggalkan tiga perkara: “riya’, berbangga-bangga diri dan hal yang tidak bermanfaat.” Dan beliau menghindarkan diri dari manusia karena tiga perkara: “beliau tidak suka mencela atau memaki orang lain, beliau tidak suka mencari-cari aib orang lain, dan beliau hanya berbicara untuk suatu maslahat yang bernilai pahala.” Jika beliau berbicara, pembicaraan beliau membuat teman-teman duduknya tertegun, seakan-akan kepala mereka dihinggapi burung (karena khusyuknya). Jika beliau diam, barulah mereka berbicara. Mereka tidak pernah membantah sabda beliau. Bila ada yang berbicara di hadapan beliau, mereka diam memperhatikannya sampai ia selesai bicara. Pembicaraan mereka disisi beliau hanyalah pembicaraan yang bermanfaat saja. Beliau tertawa bila mereka tertawa. Beliau takjub bila mereka takjub, dan beliau bersabar menghadapi orang asing yang kasar ketika berbicara atau ketika bertanya sesuatu kepada beliau, sehingga para sahabat shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengharapkan kedatangan orang asing seperti itu guna memetik faedah. Beliau bersabda, yang artinya:“Bila engkau melihat seseorang yang sedang mencari kebutuhannya, maka bantulah dia.” Beliau tidak mau menerima pujian orang kecuali menurut yang selayaknya. Beliau juga tidak mau memutuskan pembicaraan seeorang kecuali orang itu melanggar batas, beliau segera menghentikan pembicaraan tersebut dengan melarangnya atau berdiri meninggalkan majlis.” (HR: At-Tirmidzi) Cobalah perhatikan satu persatu akhlak dan budi pekerti nabi umat ini shallallahu ‘alaihi wasallam. Pegang teguh akhlak tersebut dan bersungguh-sungguhlah dalam meneladaninya, sebab ia adalah kunci seluruh kebaikan. Di antara petunjuk Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mengajarkan perkara agama kepada teman-teman duduknya, di antara yang beliau ajarkan adalah: “Barangsiapa yang wafat sedangkan ia memohon kepada selain Allah, ia pasti masuk Neraka.” (HR: Al-Bukhari) Di antaranya juga: “Seorang muslim adalah yang kaum muslimin dapat terhindar dari gangguan lisan dan tangan-nya, seorang muhajir (yang berhijrah) adalah yang meninggalkan segala yang dilarang Alloh Subhanahu wata’ala” (Muttafaq ‘alaih). Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang artinya: “Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan ke masjid di malam kelam, berupa cahaya yang sempurna pada Hari Kiamat.” (HR: At-Tirmidzi dan Abu Daud) Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang artinya: “Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kamu.” (HR: Abu Daud) Diriwayatkan juga dari beliau, yang artinya: “Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan sebuah perkataaan yang belum jelas bermanfaat baginya sehingga membuat ia terperosok ke dalam api Neraka lebih jauh daripada jarak timur dan barat.” (Muttafaq ‘alaih) (Sumber Rujukan: Sehari Di Kediaman Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam, Asy-Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim)
| |||||||||||||
Soal Komitmen yang PayahMaret 10, 2009 · & KomentarRekan saya yang mengurusi kemahasiswaan ITB mengeluarkan uneg-uneg kekesalannya. Katanya, mahasiswa sekarang ini payah sekali komitmennya. Janji tinggal janji. Berjanji mau datang, tetapi tidak nongol-nongol. Dia mencontohkan pengalaman pahit. Sebuah perusahaan di Jakarta mengundang mahasiswa untuk menghadiri acara peluncuran produknya. Perusahaan itu menawarkan 15 orang mahasiswa untuk diundang. Disediakan angkutan gratis pp Bandung-Jakarta, plus akomodasi lain dan sejumlah hadiah sponshorship lainnya. Bagian Kemahasiswaan segera mengumumkan hal ini kepada mahasiswa, siapa yang tertarik silakan mendaftar. First come first serve. Menjelang hari terakhir pendaftaran, yang berminat untuk ikut ternyata banyak sekali. Karena tempat duduk hanya untuk 15 orang pertama yang mendaftar, maka mahasiswa lainnya yang tidak kebagian memohon agar jumlah peserta ditambah lagi. Okelah, staf bagian kemahasiswaan melobi perusahan di Jakarta itu agar jumlah perwakilan mahasiswa ditambah. Lobi disambut baik, perusahaan menyediakan tambahan tempat untuk 25 orang, hampir dua kali jumlah semula. Di hari H, pagi-pagi sekali, mobil jemputan dari Jakarta sudah menunggu di gerbang kampus. Acara di Jakarta akan dimulai pukul 10.00 pagi. Ada 4 mobil yang disediakan perusahaan pengundang. Hingga pukul 7.00 — batas waktu terakhir penantian — mahasiswa yang datang tidak sampai 8 orang. Kemana yang lainnya? Kemana mahasiswa yang memohon-mohon agar jumlah peserta ditambah? Staf bagian kemahasiswaan sibuk menelpon atau me-SMS ria para mahasiswa yang terpilih dan berjanji mau datang. Sibuk menananyakan kenapa belum hadir jua? Beberapa SMS dijawab, ada yang menyatakan sedang kuliah, ada yang menyatakan ada kesibukan lain, dll. Bagian kemahasiswaan tidak dapat menutup rasa malunya ke perusahaan pengundang. Kemana muka ni mau disurukkan? Yang datang hanya 8 orang, 3 mobil lainnya percuma saja. Konsumsi sudah terlanjur dibeli. Kalau memang ada kuliah atau kesibukan, mengapa bela-belain mendaftar, mengapa memohon-mohon tempat duduk ditambah? Banyak mahasiswa lain yang berminat tetapi terpaksa ditolak karena tempat duduk terbatas. Payah! Begitulah kita menyebut soal komitmen mahasiswa kita. Institusi tidak hanya malu, tetapi juga terkesan mempunyai citra yang kurang baik dimata perusahaan. Mungkin perusahaan itu berpikir seribu kali kalau nanti mengundang mahasiswa ITB lagi. Itu contoh satu kasus komitmen yang payah. Seorang alumnus pernah bercerita, perusahaan tempat ia bekerja baru saja menerima pegawai baru yang merupakan adik kelas di jurusannya. Dari sekian banyak pelamar, beberapa orang diterima bekerja. Tetapi, baru 5 hari bekerja di sana, tiba-tiba pegawai baru tersebut mengajukan pengunduran diri karena ada tawaran lain yang lebih wah. Tidak ada rasa bersalah sedikitpun pada pegawai baru itu. Payah, kata alumnus tersebut. Pintar sih pintar orangnya, tetapi soal komitmen tidak bisa diandalkan, lanjut dia. Perusahaan harus kembali ke titik nol untuk mencari pegawai baru dan menjelaskan dari awal spesifikasi pekerjaan. Pengalaman pribadi, saya pun pernah mengalami kekecewaan soal komitmen mahasiswa. Beberapa mahasiswa pernah datang untuk meminta sesi diskusi. Setelah dicari waktu yang luang antara mahasiswa dan saya, disepakati diskusi akan dilakukan pada hari dan jam sekian. Pada waktu yang telah ditentukan, ternyata mahasiswa yang mau ketemuan tidak nongol-nongol. Tidak ada kabar lewat SMS dari mereka kenapa tidak datang. Ditunggu sampai sore, akhirnya saya pulang saja. Untung saja saya tidak termasuk tipikal orang yang sangat sibuk, jadi yaa… easy going sajalah, masih bisa mengerjakan yang lain, tapi coba kalau hal ini menimpa orang lain yang super sibuk dimana dia harus membatalkan beberapa acaranya guna memenuhi janji dengan mahasiswanya, eh tahu-tahu mahasiswanya tidak datang-datang. Payah ‘kali kau, meminjam istilah orang Medan. Tentu tidak semua mahasiswa kita seperti itu, tidak pula bisa kita rampatkan semuanya mempunyai sifat serupa. Namun ibarat kata pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena ulah sebagian yang mempunyai etika kurang baik, akhirnya yang mendapat getah ya insitusi pendidikan juga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komitmen artinya perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Kalau sudah terikat dengan janji, ya harus ditepati. Itu konsekuensinya. Orang yang mempunyai komitmen yang tinggi pertanda orang yang baik, sebab dia mampu menghargai pihak lain. Selama ini pendidikan kita hanya melatih kecerdasan otak semata, sementara aspek lain kurang diperhatikan atau malah diabaikan. Anak didik sering dinilai dari IPK, nilai mata kuliah, kemampuan matematika, Bahasa Inggris, dan lain-lain, padahal sukses dalam kehidupan tidak hanya ditentukan oleh angka-angka di transkip akademik saja, tetapi juga integritas moral, kejujuran, amanah, tanggung jawab, etika, dan juga komitmen untuk melaksanakan sesuatu yang sudah disepakati.
|
Senyum is smile____ All about of stepping forward _______________________
![]() |
Mengenang Benyamin S. 0++ kredit barang mpok!, eeh peceh beleh 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ 0-- 0++ |
vBXf3ayVFGZOEt1CCf3aVt9tSjQ |
"Majulah flam kiser!, hatiku terbakar dan jiwaku membara arah semangat!" __ "terimalah ini hidaken...." jump idaten jump. chuwwcuw cuwzz... __ political kids___ "how r u digimon?" hati2lah melayani public digi !, lakukanlah dgn sempurna. makhluk2 itu semakin pintar saja curhat. __ now to show your skills in action digi... ...................... go go ahead! digiHitbit digiParticle transformations live digiCorp digiMoto digiBank digiLoan digiMiter digiSat digiCop... our congratulations to you - digiBouquet. good kindness your crossing lights inside track to people. __________ !! ___ ! get up boy! wake up __ why mom? listen to me honey - you was delirious from nightmare __ No mom! I've got precious dreamt. ...................... __ who is digiFlare, mom? __ where is digiData? how about filtering people, mom? enough!, quite honey! please. ok. we have digiAngels. they appear in the ones you love. they can be the ones you dzikir and pray to in heaven... *** when digiTechno and no one's gonna help us, but only angels who can protect us would be inside even under a flaming sky... an angel's soul. digiSoul become chilly and flows out your journey. digiBoy... the soul journey starts with knowing yourself. Allahu allahu allah... we can call digiAngels. give thanks to Allah. |
![]() |
||
|
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
|
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
||
![]() |
Suggestions N' Prayer
"SUGESTI
MINIMALIS, AKHERAT"
|
"Pesan : Mari turunkan Keberkahan Micro, Riyil Sector dari langit..." |
1. Tidak ganjal takaran untuk kurangi berat produk. 2. Meraih untung dengan elegan. Malu campur2 harga mahal dgn harga murah sejenis. 3. Tidak membunuh hewan dengan air. 4. Hentikan perdagangan perempuan (trafficking), stop! penyakit jijik dan kawin kontrak. 5. Tidak meracuni makanan active (still consume). 6. Menjual/membuat yang baik-baik saja. 7. Productive menghasilkan good something. 8. Kurir/Supir2 sholeh upgrading budi baik/keringat usahanya pada jalur distribusi. 9. Buka lebih mudah: bank, penjamin kredit dan petani. tanami tanah terlantar. 10. Negara (BUN) lebarkan pintu/jalannya. Salam kebaikanmu Pedagang Tradisional. |
![]() ![]() ![]() |
Transformers, Who is Optimus ?
![]() |
Transformation life and death from silver age into gold age. How about agricultural credit banks. Bottleneck Symbol "Dunia Maya" apakah akan datang? Lanjutkan kehidupan... |
Online Rubiks CubeNow you can play it, use your mouse to solve this cube by your self. good shuffle good flashback. no wrong way and go home happiness... |
Online Rubik game. Solving the Rubik's Cube. A simple and foolproof solution to the Rubik's Cube. Use your mouse to solve this virtual Rubik's Cube. This is a flash representation of the 3x3x3 Rubik's Cube.
Oo oida onde mande. happy . |
Star TrekFrom: Leonard Nimoy reflects on Trek in our exclusive video. Your messages. Talk less do more. Raih bintang di langit. bermimpilah... |
Friday, April 17, 2009
Real Life Transformers-Style Prototype in 5 Years

Sign Up - Earn Network Marketing
Sign Up - Earn Merchant Reseler
Sign Up - Earn International Home Business
Sign Up - Earn Click Bucks
TurnFlow Digital Music Hobbies
International Offers Search
Selling at Amazon.com today!



Earning power of mama fira own marketing
dedicated on behalf of :
"fatherless children, orphan or parents who
had utterly destitute to make proper life
and education to their child"
No comments:
Post a Comment