KANKER HATI, BERKEMBANG SEHALUS SUTERA
Menurut Prof.Dr.H.M. Sjaefoellah Noer,SpPD pada seminar kanker hati di Jakarta , prevalensi kanker hati di Negara berkembang, termasuk Indonesia , tergolong sangat tinggi. Yaitu sekitar 100 sampai 150 kasus per 100.000 penduduk, dengan laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi daripada perempuan (5:1). Berdasarkan catatan beberapa rumah sakit besar di Indonesia , 3 % perawatan dilakukan untuk penderita kanker hati dengan insiden 40-50 tahun.
Hati atau liver merupakan satu bagian dari system pencernaan makanan yang memiliki fungsi sangat kompleks, antara lain sebagai pabrik protein dan zat pembekuan darah, sebagai pengolah karbohidrat, lemak dan protein sekaligus menyimpannya bila terjadi kelebihan pasokan. Hati juga merupakan stabilisator hormonal selain juga merupakan detoksifikator (penghancur racun). Di hati juga terdapat satu sel raksasa berjuluk sel Kupfer, yang merupakan pertahanan terakhir melawan kuman-kuman yang tak dapat ditaklukan oleh sel penghancur lain di dalam tubuh. Begitu kompleksnya fungsi hati sehingga kerusakan hati bisa menimbulkan efek yang sangat besar, melibatkan berbagai organ.
Ada dua golongan kanker hati, yaitu kanker hati primer yang berasal dari sel-sel parenkim hati secepat mungkin, yaitu kanker hati sekunder, yang merupakan metastase dari jaringan lain, seperti kulit dan payudara. Lebih dari 80 % kanker hati primer berawal dari serangan virus Hepatitis B, sisanya disebabkan oleh bahan-bahan karsinogenetik, seperti aflatoksin, satu zat yang sering terdapat dalam makanan “berjamur” seperti oncom dan tempe, juga makanan kaleng, alcohol dan obat-obatan jenis tertentu. Sementara zat-zat yang mengalami metabolisme di hati, seperti jamu-jamuan, zat penambah cita rasa makanan, zat pewarna, secara tidak langsung merusak hati apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan sering, sehingga melebihi kapasitas detoksifikasi hati.
Penyakit Sutera Hepatitis B yang sering menjadi pemicu kanker hati, pada tahap awal tidak menimbulkan gejala yang khas. Hal ini disebabkan oleh kondisi hati yang tidak memiliki struktur syaraf kecuali permukaannya saja. Oleh karena itu, penyakit ini mendapat julukan sang penyakit sutera, karena demikian halusnya hingga tak terasa kita memakainya. Umumnya hanya terasa gejala “flu like symptom”, gejala seperti flu, yaitu tidak enak badan yang kadangkala disertai mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri ulu hati. Satu yang khas dari infeksi hati adalah warna air seni yang gelap seperti teh, karena lolosnya bilirubin –salah satu sampah olahan sel-sel darah merah yang rusak- ke dalam urin. Saat kondisi membaik, dalam arti tubuh merasa “enakan”, mulai timbul gejala kuning yang umumnya tampak jelas di selaput mata.
Gejala-gejala di atas hanya berlaku untuk serangan Hepatitis B akut saja. Pada beberapa kondisi terjadi variasi klinis, mulai “flu like symptom” saja, tanpa disertai kuning, atau terjadi gatal-gatal yang disebabkan karena racun dalam darah. Oleh karena itu sering terjadi salah diagnosa oleh pasien atau dokter. Bahkan dalam beberapa kondisi pasien dianggap flu biasa, sehingga tidak diterapi sebagaimana mestinya. Hal ini bisa berakibat fatal, karena virus kini menetap dalam tubuh penderita dan keluar lewat semua cairan tubuh, seperti urin, cairan sperma, keringat dan air liur.
Mengingat luasnya peredaran virus ini, penularan juga terdapat melalui banyak jalan, terutama kontak darah langsung, seperti tranfusi darah, suntikan, hemodialisa, atau tranplantasi. Penularan melalui kontak seksual juga sangat mungkin. Dan, apabila seorang penderita melahirkan anak, maka kemungkinan besar sang anak akan tertular pula. Lesi-lesi kecil juga memungkinkan penularan, seperti pemakaian sisir bersama, cukur jenggot, atau handuk.
Dalam perjalanannya, 90% penderita Hepatitis B dapat sembuh sempurna, sementara 10%-nya menjadicarrier(pembawa) atau menjadi kronis. Hepatitis kronis merusak hati secara pelan tapi pasti, sehingga fungsi hati menurun secara progresif, penderita jatuh dalam kondisi sirosis yang umumnya dalam beberapa tahun kemudian menjadi kanker hati primer. Pada masa sirosis, hati mulai timbul imbalans hormonal, mengingat salah satu fungsi hati adalahstabilisator hormon, sehingga terjadi gejala membesarnya buah dada(gynaecomasti)dan pengecilan testis pada laki-laki. Sementara pada wanita dapat terjadi menopause dini.
Gejala lain yang sering timbul adalah gangguan perut, seperti mual dan rasa penuh, disertai kelemahan otot. Bila kondisi berlanjut, akan terjadi asites, dimana cairan keluar dari pembuluh darah menuju ruang-ruang kosong yang banyak terdapat di daerah perut. Semakin lama, cairan ini merambah bagia-bagian longgar dalam tubuh, seperti tungkai dan kelopak mata.
Asites juga disebabkan oleh bendungan pembuluh darah hati yang tersumbat. Aliran darah yang tidak lancar ini juga dapat mengakibatkan varises di kerongkongan (esofagus). Apabila varises ini pecah, maka terjadilah muntah darah, atau apabila tidak dapat dimuntahkan maka darah akan keluar bersama kotoran, sehingga fesesnya berwarna kehitaman.
Namun demikian, kanker hati tidak selalu melalui fase-fase tersebut. Tidak jarang seorang penderita merasa tidak nyaman di perut yang tidak spesifik dan disertai kelemahan umum yang semakin parah sesuai dengan progresifitas penyakitnya.
Pencegahan dan deteksi dini Pencegahan kanker hati terutama ditujukan pada pencegahan infeksi Hepatitis dengan perbaikan sanitasi, menghindari kontak langsung dengan penderita, yaitu menghindari pemakaian barang pribadi bersama-sama.
Sementara pencegahan aktif dilakukan lewat imunisasi. Saat ini imunisasi Hepatitis B sudah dapat dilakukan di klinik atau rumah-rumah sakit. Umumnya diberikan 3 kali pada bayi dan ini dapat bertahan sampai 8 tahun. Setelah itu dilakukan booster setiap 5 tahun untuk mempertahankan kadar anti virus Hepatitis B dalam tubuh. Pada orang dewasa yang belum pernah diimunisasi, suntikan diberikan 3 kali dengan interval 1 bulan untuk suntikan pertama dan kedua, dan 3-5 bulan untuk suntikan kedua dan ketiga. Imunisasi sangat penting terutama untuk mereka yang beresiko tinggi, seperti mereka yang tinggal di lingkungan penderita Hepatitis B, penderita yang sering mendapatkan tranfusi atau hemodialisa, juga tenaga medis dan petugas laboraturium.
Gaya hidup yang baik juga patut dicanangkan sejak dini untuk membantu hati awet berfungsi, seperti mengeliminir jajanan “kaya” penambah aroma, pewarna dan cita rasa. Juga membebaskan diri dari rokok, alkohol, dan obat/minuman perangsang. Selain itu, sebaiknya konsumsi obat-obatan, apalagi yang berjangka panjang, dilakukan dalam pengawasan dokter. Seperti obat golongan parasetamol yang umum digunakan saat sakit kepala, demam dan sakit gigi. Juga golongan kortikosteroid yang umum dipakai pada kasus kulit, seperti gata-gatal.
Deteksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan tes faal hati, umumnya SGOT dan SGPT. Bila 2 pertanda ini menunjukan peningkatan, maka akan dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan gangguan hati jenis mana yang telah terjadi. Sebaiknya saat usia telah menginjak 40 tahun pada pemeriksaan berkala ditambahkan itemAlfa Feto Protein (AFP)yang lebih spesifik untuk kanker hati.
Penanganan Belum ada obat yang tepat untuk memberantas virus Hepatitis B, sehingga pemusnahan virus mutlak dilakukan oleh sel-sel pertahanan tubuh sendiri. Karena itu pengobatan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh disertai obat-obatan yang menunjang revitalisasi sel-sel hati. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah istirahat yang cukup dan nutrisi yang tinggi kalori, tinggi protein, disertai vitamin.
Temulawak juga dapat membantu revitalisasi sel-sel hati. Temulawak ini dapat langsung diambil sarinya atau diiris-iris kemudian direbus sampai air rebusan tinggal setengahnya. Cara praktis ditawarkan oleh beberapa perusahaan jamu dan farmasi, baik dalam bentuk kapsul, serbuk, bahkan minuman instant yang segar.
Untuk kanker hati stadium dini, dapat dilakukan operasi membuang jaringan hati yang terserang kanker. Operasi hanya dapat dilakukan bila kanker berada di tepi, sehingga tidak terlalu banyak jaringan hati yang terpotong, dan ukurannya masih kecil. Bila kondisi ini tidak terpenuhi, pengobatan paling efektif adalah tranplantasi hati, satu hal yang sayangnya masih sangat sulit dilakukan di negara ini.
(Sumber : Ummi edisi 7/XIV/2002)
|